Ilustrasi I. Apa itu Perbuatan Hukum? Menurut Marwan Mas (2004:39), perbuatan hukum adalah setiap perbuatan atau tindakan subjek hukum yang ...
Ilustrasi |
I. Apa itu Perbuatan Hukum?
Menurut Marwan Mas (2004:39), perbuatan hukum adalah setiap perbuatan atau tindakan subjek hukum yang mempunyai akibat hukum, dan akibat hukum tersebut memang dikehendaki oleh subjek hukum. Sejalan dengan pandangan Marwan Mas, Arrasjid (2001:136) menekankan bahwa perbuatan hukum adalah setiap perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum dan akibat itu dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan.
Dalam memahami perbuatan hukum, maka yang paling pokok yang harus diperhatikan adalah unsur kehendak dari subyek hukum yang melakukan perbuatan tersebut. Apabila suatu perbuatan yang akibatnya memang dikehendaki oleh subyek hukum, sedangkan akibat yang dikehendaki tersebut diatur oleh hukum, maka subyek hukum itu dapat dikatakan telah melakukan perbuatan hukum. Sebaliknya, suatu perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh subyek hukum tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum.
Dengan demikian, unsur-unsur yang harus ada agar suatu perbuatan dapat disebut perbuatan hukum adalah sebagai berikut :
- Perbuatan itu harus dilakukan oleh subyek hukum;
- Perbuatan itu akibatnya diatur oleh hukum;
- Perbuatan itu akibatnya dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu (Ishaq, 2008:124).
Menurut Soeroso, kehendak yang dimaksud harus diikuti oleh suatu pernyataan kehendak. Pernyataan kehendak diperlukan untuk terjadinya suatu perbuatan hukum. Lebih lanjut dijelaskan bahwa maksud daripada pernyataan kehendak ini, bentuknya tidak terikat pada bentuk-bentuk tertentu dan tidak terdapat pengecualiannya, sebab dapat terjadi secara tegas atau secara diam-diam (Soeroso, 2005:291-292).
- Pernyataan kehendak secara tegas
Pernyataan kehendak secara tegas ini dapat dipilah bentuknya menjadi tiga, yaitu :- Tertulis (Ditulis sendiri maupun ditulis oleh pejabat tertentu)Pernyataan kehendak yang ditulis sendiri serta ditanda-tangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan tanpa bantuan dari pejabat umum lazimnya disebut sebagai akta di bawah tangan (Ishaq, 2008:124). Hal demikian dapat ditemui dalam perjanjian perdamaian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1851 KUH Perdata, yaitu :
Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan menjanjikan atau menahan sesuatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.
Terkait akta perjanjian damai dalam Pasal 1851 KUH Perdata ini, menurut Subekti (1995:468), sebagaimana dikutip oleh Ishaq (loc.cit), bentuknya harus tertulis, dan tidak sah jika tidak dilakukan secara tertulis (lihat juga Suparni, 2000:459).Selanjutnya, pernyataan kehendak yang ditulis oleh pejabat umum yang berwenang untuk itu, dengan tujuan digunakan sebagai alat bukti, lazim disebut dengan akta autentik. Mengenai hal ini, Ishaq (Ibid) memberikan contoh terkait sumpah yang dilakukan oleh kuasa sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1945 KUH Perdata, berbunyi :Dengan kata lain, Pasal 1945 KUH Perdata menegaskan bahwa jika tidak ada akta, tidak juga ada perbuatan hukum.Sumpah harus diangkat sendiri secara pribadi. Karena alasan-alasan penting. Hakim diperbolehkan mengizinkan kepada suatu pihak yang berperkara untuk suruhan mengangkat sumpahnya oleh seseorang yang untuk itu khusus dikuasakan dengan suatu akta autentik.Dalam hal ini surat kuasanya harus menyebutkan secara lengkap dan teliti sumpahnya yang harus diucapkan.Tiada sumpah yang boleh diambil selain dengan hadirnya pihak lawan, atau setelah pihak lawan ini dipanggil untuk itu secara sah. - Mengucapkan kata yang menandakan kehendak Pernyataan kehendak ini cukup dilakukan dengan mengucapkan kata yang menandakan persetujuan. Misalnya dengan kata "ya", "Ok", "deal", Acc dan sebagainya.
- Menunjukkan isyarat (gebaren) yang menyatakan kehendak Pernyataan kehendak ini secara tegas dilakukan melalui isyarat, misalnya menganggukkan kepada yang menandakan setuju, menggeleng menandakan tidak setuju dan lain sebagainya.
- Tertulis (Ditulis sendiri maupun ditulis oleh pejabat tertentu)
- Pernyataan kehendak secara diam-diamPernyataan kehendak ini dapat dilihat dari perbuatan diamnya seseorang di dalam rapat, yang menunjukkan setuju, atau diamnya seorang gadis jika kedua orang tuanya menanyakan tentang lamaran seorang pemuda. Diam disini dimaknai sebagai suatu persetujuan.
II. Jenis-Jenis Perbuatan Hukum
Terdapat ragam pandangan tentang jenis-jenis perbuatan hukum. Keragaman yang ada tidaklah esensial, melainkan hanya mengenai pengelompokan belaka, dengan sudut pandang sama yaitu mengenai jumlah subyek hukum yang melakukan perbuatan hukum. Dalam tulisan ini, penulis memilih pandangan Soeroso, karena lebih mewakili keberagaman pandangan yang ada dan lebih simpel. Menurut Soeroso (2005:254) perbuatan hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
- Perbuatan hukum yang sifatnya sederhanaPerbuatan yang sifatnya sederhana ini merupakan perbuatan hukum yang bersegi satu, ialah apabila hanya merupakan satu kejadian saja atau apabila akibat hukumnya (rechtsgevolgen) ditimbulkan oleh kehendak seorang saja, yaitu oleh orang yang melakukan perbuatan itu saja tanpa harus menunggu persetujuan orang lain.Contoh :
- Pembuatan surat wasiat atau testamen Pasal 875 KUH Perdata
- Hak Istri untuk melepaskan haknya atas barang-barang yang merupakan kepunyaan suami-istri (berdua) setelah perkawinan (lihat benda perkawinan Pasal 132 KUH Perdata)
- Pemberian barang atau hibah (schenking) oleh seseorang kepada orang lain, seperti dimaksud dalam Pasal 1666 KUH Perdata yang berbunyi : "Hibah adalah suatu persetujuan dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu"
- Perbuatan mendirikan sebuah yayasan
- Perbuatan hukum yang sifatnya tidak sederhana
Perbuatan hukum ini dapat bersegi dua atau lebih, ialah perbuatan hukum yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dari dua orang atau lebih subyek hukum.Contoh :- Sewa menyewa, jual beli, perjanjian kredit, perjanjian deposito, semua perjanjian dan perikatan (overeenkomsten), seperti apa yang disebut dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yang berbunyi :"Perjanjian adalah suatu perbuatan yang menyebabkan satu orang (satu subyek hukum) atau lebih mengikat dirinya pada satu subyek hukum lainnya atau lebih"
Daftar Pustaka
- Niniek Suparni. 2001. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Cet. 5. Rineka Cipta, Jakarta.
- Chainur Arrasjid. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Cet. 2. Sinar Grafika, Jakarta.
- Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Cet. I. Sinar Grafika, Jakarta.
- Marwan Mas. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Ghalia Indonesia, Jakarta.
- R. Soeroso. 2005. Pengantar Ilmu Hukum. Cet. 7. Sinar Grafika, Jakarta.
- R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo. 2. Pengantar Ilmu Hukum. Cet. 7. Sinar Grafika, Jakarta.