Pada tahun 1830 pemerintah Belanda berhasil mengkodifikasikan hukum perdata. Pengundangan hukum yang sudah berhasil dikodifikasikan itu baru...
Pada tahun 1830 pemerintah Belanda berhasil mengkodifikasikan hukum perdata. Pengundangan hukum yang sudah berhasil dikodifikasikan itu baru dapat terlaksana pada tanggal 1 Oktober 1938. Hal ini disebabkan terjadinya pemberontakan di bagian selatan Belanda pada bulan Agustus 1830.
Setelah dilaksanakannya Convention of London antara Inggris dan Belanda pada tanggal 13 Agustus 1814 di london, penguasaan atas wilayah nusantara diberikan kepada Belanda oleh Inggris. Menurut pasal 36 Nederlands Gronwet tahun 1814 (UUD Negeri Belandad 1814) menyarakan bahwa raja yang berdaulat, secara mutlak mempunyai kekuasaan tertinggi atas daerah-daerah jajahan dan harta milik negara di bagian-bagian lain. Kekuasaan mutlak raja itu diterapkan pula dalam membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan sebutan Algemene Verordening (Peraturan Pusat). Karena peraturan pusat itu dibuat oleh raja, maka dinamakan Koninklijk Besluit (besluit raja) yang pengundangannya dibuat oleh raja melalui Publicatie, yakni surat selebaran yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal.
Dilihat dari isi Koninklijk Besluit itu mempunyai dua sifat tergantung dari kebutuhannya, yaitu :
Besluit sebagai tindakan eksekutif raja, misalnya ketetapan pengangkatan Gubernur Jenderal
Besluit sebagai tindakan legislatif, yaitu mengatur misalnya berbentuk Mtau AlgemeBe Maatregel van Bestuur (AMVB) di negeri Belanda
Dalam rangka melaksanakan pemerintahan di Nederlands Indie (Hindia Belanda), raja mengangkat Komisaris Jenderal yang terdiri atas Elout, Buyskes, dan Vander Capellen. Para Komisaris Jenderal itu tidak membuat peraturan baru untuk mengatur pemerintahannya, dab tetap memberlakukan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku pada masa Inggris berkuasa di Indonesia, yakni mengenai landrente dan usaha pertanian dan susunan pengadilan buatan Raffles. Dalam bidang hukum peraturan yang berlaku bagi orang Belanda tidak mengalami perubahan, karena menunggu terwujudnya kodifikasi hukum yang direncanakan oleh pemerintah Belanda. Lembaga peradilan yang diperlakukan bagi orang pribumi tetap dipergunakan peradilan Inggris.
Untuk memenuhi kekosongan kas negara Belanda sebagai akibat dari pendudukan Prancis tahun 1810-1814, Gubernur Jederal Du Bus de Gesignes memperlakukan politik agraria dengan cara mempekerjakan para terpidana pribumi yang dikenal dengan dwangs arbeid (kerja paksa) berdasarkan pada Staatsblad 1828 Nomor 16, yang dibagi atas dua golongan, yaitu :
yang dipidana kerja rantai
yang dipidana kerja paksa
Dipidana kerja rantai, ditempatkan dala suatu tuchtplaats dan akan dipekerjakan pada openbare werker di Batavia dan Surabaya. Adapun yang dipidana kerja paksa, baik yang diupah maupun tidak, ditempatkan dalam suatu werkplaast dan akan dipekerjakan pada land bouweta blissementen yang dibuat oleh pemerintah.
Pada tahun 1830 pemerintah Belanda berhasil mengkodifikasikan hukum perdata. Pengundangan hukum yang sudah berhasil dikodifikasikan itu baru dapat terlaksana pada tanggal 1 Oktober 1938. Hal ini disebabkan terjadinya pemberontakan di bagian selatan Belanda pada bulan Agustus 1830. Selanjutnya, timbul pemikiran tentang pengkodifikasian hukum perdata bagi orang Belanda yang berada di Hindia Belanda. Untuk maksud itu pada tanggal 15 Agustus 1839 menteri jajahan di Belanda mengangkat Komisi undang-undang bagi Hindia Belanda yang terdiri atas Mr. Scholten van Oud Haarlem sebagai ketuaMr. J. Schmither, dan Mr. J.F.H. van Nes sebagai anggota. Komisi ini dalam tugasnya dapat menyelesaikan beberapa peraturan yang kemudian oleh Mr. H.L. Wicher disempurnakan, yaitu :
Reglement op de Rechterlijke Organisatie (RO) atau Peraturan Organisasi Pengadilan (POP)
Algemene Bepalingen van Wetgeping (AB) atau ketentuan umum tentang perundang-undangan
Burgelijke Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS)
Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Reglement op de Burgelijke Rechts vordering (RV) atau peraturan tentang Acara Perdata (AP)
Berdasarkan kenyataan sejarah di atas dapat dijelaskan bahwa tata hukum pada masa Busleiten Regerings (BR) terdiri atas peraturan tertulis yang dikodifikasikan, dan yang tidak dikodifikasikan, serta peraturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus berlaku bagi orang bukan golongan Eropa.
Setelah dilaksanakannya Convention of London antara Inggris dan Belanda pada tanggal 13 Agustus 1814 di london, penguasaan atas wilayah nusantara diberikan kepada Belanda oleh Inggris. Menurut pasal 36 Nederlands Gronwet tahun 1814 (UUD Negeri Belandad 1814) menyarakan bahwa raja yang berdaulat, secara mutlak mempunyai kekuasaan tertinggi atas daerah-daerah jajahan dan harta milik negara di bagian-bagian lain. Kekuasaan mutlak raja itu diterapkan pula dalam membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan sebutan Algemene Verordening (Peraturan Pusat). Karena peraturan pusat itu dibuat oleh raja, maka dinamakan Koninklijk Besluit (besluit raja) yang pengundangannya dibuat oleh raja melalui Publicatie, yakni surat selebaran yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal.
Dilihat dari isi Koninklijk Besluit itu mempunyai dua sifat tergantung dari kebutuhannya, yaitu :
Besluit sebagai tindakan eksekutif raja, misalnya ketetapan pengangkatan Gubernur Jenderal
Besluit sebagai tindakan legislatif, yaitu mengatur misalnya berbentuk Mtau AlgemeBe Maatregel van Bestuur (AMVB) di negeri Belanda
Dalam rangka melaksanakan pemerintahan di Nederlands Indie (Hindia Belanda), raja mengangkat Komisaris Jenderal yang terdiri atas Elout, Buyskes, dan Vander Capellen. Para Komisaris Jenderal itu tidak membuat peraturan baru untuk mengatur pemerintahannya, dab tetap memberlakukan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku pada masa Inggris berkuasa di Indonesia, yakni mengenai landrente dan usaha pertanian dan susunan pengadilan buatan Raffles. Dalam bidang hukum peraturan yang berlaku bagi orang Belanda tidak mengalami perubahan, karena menunggu terwujudnya kodifikasi hukum yang direncanakan oleh pemerintah Belanda. Lembaga peradilan yang diperlakukan bagi orang pribumi tetap dipergunakan peradilan Inggris.
Untuk memenuhi kekosongan kas negara Belanda sebagai akibat dari pendudukan Prancis tahun 1810-1814, Gubernur Jederal Du Bus de Gesignes memperlakukan politik agraria dengan cara mempekerjakan para terpidana pribumi yang dikenal dengan dwangs arbeid (kerja paksa) berdasarkan pada Staatsblad 1828 Nomor 16, yang dibagi atas dua golongan, yaitu :
yang dipidana kerja rantai
yang dipidana kerja paksa
Dipidana kerja rantai, ditempatkan dala suatu tuchtplaats dan akan dipekerjakan pada openbare werker di Batavia dan Surabaya. Adapun yang dipidana kerja paksa, baik yang diupah maupun tidak, ditempatkan dalam suatu werkplaast dan akan dipekerjakan pada land bouweta blissementen yang dibuat oleh pemerintah.
Pada tahun 1830 pemerintah Belanda berhasil mengkodifikasikan hukum perdata. Pengundangan hukum yang sudah berhasil dikodifikasikan itu baru dapat terlaksana pada tanggal 1 Oktober 1938. Hal ini disebabkan terjadinya pemberontakan di bagian selatan Belanda pada bulan Agustus 1830. Selanjutnya, timbul pemikiran tentang pengkodifikasian hukum perdata bagi orang Belanda yang berada di Hindia Belanda. Untuk maksud itu pada tanggal 15 Agustus 1839 menteri jajahan di Belanda mengangkat Komisi undang-undang bagi Hindia Belanda yang terdiri atas Mr. Scholten van Oud Haarlem sebagai ketuaMr. J. Schmither, dan Mr. J.F.H. van Nes sebagai anggota. Komisi ini dalam tugasnya dapat menyelesaikan beberapa peraturan yang kemudian oleh Mr. H.L. Wicher disempurnakan, yaitu :
Reglement op de Rechterlijke Organisatie (RO) atau Peraturan Organisasi Pengadilan (POP)
Algemene Bepalingen van Wetgeping (AB) atau ketentuan umum tentang perundang-undangan
Burgelijke Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS)
Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Reglement op de Burgelijke Rechts vordering (RV) atau peraturan tentang Acara Perdata (AP)
Berdasarkan kenyataan sejarah di atas dapat dijelaskan bahwa tata hukum pada masa Busleiten Regerings (BR) terdiri atas peraturan tertulis yang dikodifikasikan, dan yang tidak dikodifikasikan, serta peraturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus berlaku bagi orang bukan golongan Eropa.